“Life
is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving”
—Albert Einstein
Albert Einstein, sosok yang begitu
menginspirasi bagi saya. “Keep moving forward”
ya, dunia ini dinamis, selalu berkembang, selalu berubah setiap waktu. Kalau
kita hanya termangu tanpa berbuat sesuatu, lambat laun akan terlindas dengan
semua kemajuan yang ada.
Saya pun begitu, selalu tertarik
menjelajahi hal baru untuk mengisi lumbung ilmu dan pengalaman. Terus upgrade kemampuan diri, tak bosan terus
membaca buku-buku penngetahuan, keluar mencari pengalaman sebanyak-banyaknya,
serta tak lupa untuk introspeksi diri
bahwa setiap manusia pasti punya kekurangan yang bisa ditutupi dengan kelebihan
yang dimiliki. Sewajarnya manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang
dimiliki, termasuk saya. Namun syukur tetap wajib untuk dilebihkan karena Sang
Maha Kasih terus memberikan kesempatan menghirup udara bebas dan merasakan
bagaimana kehidupan sebenarnya.
Beberapa
minggu terakhir, saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi negara Sang
Merlion selama beberapa hari. Mengunjungi beberapa univeristas untuk menengok
banyak hal. Betapa mengagumkan cara hidup mereka, keberagaman dan sikap hidup
yang bahkan jarang saya temui di negeri sendiri. Saya dengan beberapa rekan
kantor ITS Internasional Office dan para pemenang ISIP melakukan kunjungan
dalam rangka mempromosikan ITS dan beberapa program Internasional yang akan
diselenggarakan tahun depan seperti summer
camp ITS yaitu CommTECH (Community
and Technological Camp) dan customize
program ASEAN Student Camp.
Disini saya berperan sebagai delegasi dari ITS International Office yang membawa
misi pengembangan internasionalisasi di ITS.
|
Jalanan di Singapura (dok.pribadi) |
Dalam rangkaian kunjungan ini, kami
berkesempatan untuk mengunjungi salah satu universitas terbaik di Singapura
yaitu National University of Singapore
(NUS). Kami melihat seluruh seluk-beluk kampus mulai dari perpustakaan, ruang
kelas, kantin, fasilitas olahraga, dan berbagai fasilitas lainnya. Semuanya
tertata dengan apik, bersih dan enak untuk dipandang. Begitu rapi. Berbagai
poster kepedulian dan self personal
development banyak dipasang di sudut-sudut kampus.
|
Saat campus tour (dok.pribadi) |
|
Menulusuri NUS (dok.pribadi) |
|
View NUS (dok.pribadi) |
Tempat diskusi dan
perpustakaan dipenuhi dengan mahasiswa yang sibuk membaca buku, mengerjakan
tugas kuliah ataupun sekedar membaca jurnal di laptop. Perpustakaan yang begitu
tenang, tidak saya temui canda tawa dan keramaian seperti perpustakaan di
kampus saya. Satu poin yang sungguh berbeda dan begitu membuat saya tersindir
melihat pemandangan ini, di kampus saya perpustakaan memang ramai di penuhi
oleh mahasiswa, tempat diskusi yang penuh tawa canda dan begitu ramai yang tak
jarang sampai menyerupai pasar. Disini berbeda, semuanya tenang nyaris seperti
tak ada orang. Tak jarang jika browshing
internet, di kampus saya lebih sering ditemui membuka media sosial seperti
facebook, twitter, path dll. Namun disini mereka membuka jurnal – jurnal
ataupun running software pendukung mata kuliah. Benar berbeda, negara maju dan
negara berkembang. Sikap dan perilaku masyarakatnya yang begitu berorientasi
pada kemajuan, tidak sekedar mengharapkan perkembangan namun sikapnya tetap
begitu-begitu saja.
|
Suasana belajar di NUS (dok.pribadi) |
|
Suasana Perpustakaan di NUS (dok.pribadi) |
|
Fasilitas Olahraga (dok. pribadi) |
|
Fasilitas Olahraga Renang (dok. pribadi) |
Selama
berkeliling kampus, saya begitu heran. Dari setiap sudut kampus yang dikunjungi
sangat bersih dan nyaris tidak ada sampah yang berserakan. Tempat sampah juga
mudah ditemui. Terpisah menjadi tiga bagian yaitu sampah kertas, kaleng dan
plastik. Berbeda dengan keadaan kampus sendiri, terutama jurusan saya yang notabene
harusnya menjadi jurusan paling bersih karena saya berasal dari jurusan Teknik
Lingkungan. Namun faktanya, di jurusan saya sering kali ditemui banyak sampah
yang berserakan entah itu di kelas, lorong jurusan, kamar mandi atau bahkan
kantin. Bahkan banyak juga yang berserakan di sebelah tempat sampah atau bahkan
diatas tutup tempat sampahnya. Ah begitu terlalu, di jurusan yang concern dengan lingkungan kondisi
kebersihannya seperti ini, lalu bagaimana jurusan yang lain. Padahal mulai dari
diri sendiri sudah menerapkan prinsip untuk selalu membuang sampah pada
tempatnya. Jika saat memegang sampah tidak ditemukan tempat sampah, saya
memilih untuk menyimpannya dalam kantong dan membuangnya saat menjumpai tempat
sampah. Sungguh tak dapat dipungkiri, memang kita tidak bisa memaksakan suatu
kehendak seperti kemauan diri sendiri. Kesadaran dan kepedulian terhadap
kebersihan memang harusnya tumbuh dari dalam diri masing-masing. Maka tanpa ada
paksaan ataupun perintah, dengan sendirinya akan selalu menjaga kebersihan.
Karena kebersihan pun adalah sebagian dari iman.
Selesai melakukan kunjungan ke NUS
kami menjelajah kota Singapura. Menerobos masuk kebiasaan hidup masyarakat yang
begitu menghargai waktu, mengerjakan segala hal dengan cepat. Seolah-olah waktu
juga berjalan dengan begitu cepat. Menjelajahi kota dengan maskot kebanggan
Merlion ini menggunakan Mass Rapid
Transit (MRT). Kereta yang juga begitu bersih, nyaman, cepat dan tepat
waktu. Andaikan negeri saya punya satu, pasti jadi kereta favorit semua orang.
|
Suasana MRT (dok.pribadi) |
|
View Stasiun MRT (dok.pribadi) |
Kota
ini juga begitu menakjubkan ketika malam. Kerlap – kerlip lampu membuat kota
ini semakin memesona. Kami tak menyianyiakan kesempatan untuk mengunjungi Sang
Merlion. Menelusuri setiap kota dengan langkah yang begitu bersemangat. Sejenak
mampir ke swalayan untuk membeli air mineral. Memang salah, harusnya kami
mencari kran air untuk mendapatkan air minum. Di sini semuanya serba mahal.
Kurs yang begitu tinggi untuk Dollar Singapura dibandingkan dengan mata uang
Rupiah. Saat ini 1 SGD mempunyai nilai tukar sebesar Rp 9375.
|
View Singapura saat malam hari (dok.pribadi) |
|
View Sang Merlion (dok.pribadi) |
Air kran disini menjadi sumber air
yang bisa langsung diminum. Memang water treatment di Singapura sangat baik
dengan hasil yang sudah sesuai dengan standar air minum dan layak untuk
dikonsumsi. Pengolahan air yang begitu canggih mengubah grey water menjadi air
layak minum. Saat ini air hasil pengolahan
di Indonesia khususnya Surabaya masih digunakan sebatas untuk menyiram
tanaman.
Banyak
hal baru yang saya dapatkan selama perjalanan ini, mendapatkan banyak hal yang
sungguh berbeda dari negeri tempat saya berpijak. Mendapatkan banyak pencerahan
tentang apa yang harus saya lakukan selanjutnya untuk mengubah negeri. Satu
lagi, selama perjalanan ini sungguh saya merasakan bahwa negeri saya krisis
sosok leader yang sesungguhnya. Saat
perjalanan hal yang terberat adalah tentang kekompakan dan ketepatan waktu.
Saat satu terlambat, maka semuanya juga terlambat.
Sebagai delegasi dari ITS
International Office dan juga volunteer yang harusnya sudah tau bahwa leader
tidak lahir dengan sendirinya namun dibentuk dari kemauan kuat dan kebiasaan
yang mendukungnya, satu pesan dari Dr.Maria, Ketua ITS International Office,
saat perjalanan dan melekat kuat dalam memori saya “Ketika kamu menjadi
pemimpin, jadilah yang terdepan saat mengerjakan kewajiban dan jadilah yang
paling belakang saat mendapatkan hak” . Sungguh negeri ini krisis sosok leader
yang kompeten, dedikasi tinggi, dan memiliki nilai moral dan akhlak baik.
Sungguh miris melihat kondisi negeri sendiri. Negeri gemah ripah loh jinawi
namun tak mampu memanfaatkan dengan baik alhasil negeri orang dengan mudah
mencurinya. Negeri yang sekarang banyak dihuni tikus berdasi yang notabene
adalah para pemimpin negeri. Sosok leader
yang sungguh miris, yang bahkan tak memiliki hati nurani dan tega menodai
kepercayaan yang telah diberi. Sungguh tak cukup hanya inspirasi untuk meperbaiki
sebuah negeri, lebih dari keberanian, kemauan dan kemampuan untuk benar-benar
merubahnya menjadi negeri yang lebih beradab.
Semoga artikel ini membawa kebermanfaatan untuk kita semua.
Selamat melanjutkan perjalanan, selamat berbenah!
No comments:
Post a Comment