Indonesia
tersohor sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki kondisi konstelasi
geografis yang sangat strategis. Wilayah Indonesia yang terletak pada posisi
silang dunia, yaitu antara dua benua dan dua samudera sehingga menyebabkan laut
di antara pulau-pulau menjadi alur laut yang sangat penting bagi lalu lintas
pelayaran nasional maupun internasional (Marsetio, 2015). Kondisi geografis yang ada menjadikan
Indonesia sebagai Center or Gravity
kawasan Asia Pasifik serta menjadi salah satu kawasan perairan tropis yang
memiliki daya dukung alam tinggi dengan kemampuan Mega Biodiversity (Dewan Maritim Indonesia, 2005).
Pesona Bahari Indonesia (Pulau Karimun Jawa) (Sumber) |
Kepulauan
Indonesia terbentang luas antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Indonesia
memiliki 17.499 pulau dengan luas perairan laut mencapai 5,9 juta km2
dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat
dan Rusia yaitu sepanjang ± 81.000 km2 (Dinas Hidrografi dan
Oseanografi, 2004). Luas terumbu karang Indonesia mencapai 18% dari total
kawasan terumbu karang dunia (Wilkinson, 2008). Sebagian terumbu karang ini
tumbuh di wilayah segitiga karang (coral
triangle). Ekosistem terumbu karang yang ada selain memberikan keuntungan
ekonomi, juga melindungi pantai dari hantaman gelombang sehingga mengurangi
abrasi dan kerusakan. Ekosistem terumbu karang sebagai keanekaragaman hayati
juga berkontribusi dalam sektor penangkapan ikan serta sebagai tempat
berlindung berbagai jenis makhluk laut.
Tidak
hanya potensi ekosistem terumbu karang yang ada, Indonesia juga memiliki
sebaran ekosistem mangrove yang sangat luas, bahkan terbesar di dunia (FAO,
2010). Hal ini membuat Indonesia menjadi pusat penting keanekaragaman hayati
mangrove dunia dengan memiliki 48 spesies mangrove yang tumbuh di wilayah
Indonesia (FAO,2010). Pada tahun 2010, diperkirakan luas mangrove Indonesia
mencapai sekitar 3.189.359 hektar yang merupakan 20% dari luas total magrove
yang ada di dunia (Spalding et al.,
2002).
KERUSAKAN BAHARI
INDONESIA [KONDISI SIAGA]
Pemutihan Terumbu Karang (Sumber) |
Mirisnya,
ekosistem laut Indonesia saat ini berada dalam kondisi siaga. Berbagai ancaman
yang ada tidak hanya terumbu karang namun juga keberadaan hutan mangrove di
Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (2012),
30,45% terumbu karang di Indonesia dikategorikan dalam kondisi buruk dan hanya
5,3% yang tergolong dalam kategori sangat baik. Degradasi terumbu karang di
Indonesia dalam setengah abad terakhir meningkat dari 10% menjadi 50% (Burke
dkk., 2012). Faktor ancaman yang menyebabkan kerusakan terumbu karang
diantaranya berasal dari aktivitas pembangunan kawasan pesisir, sedimentasi
kerusakan wilayah hulu dan daerah aliran sungai, penangkapan ikan menggunakan
sianida dan pukat harimau, pemutihan karang akibat perubahan iklim serta
penambangan liar terumbu karang (Greenpeace Indonesia, 2013). Sementara itu, ancaman
yang membidik ekosistem hutan mangrove Indonesia menyebabkan Indonesia
kehilangan hampir setengah dari luas total hutan mangrove yang ada yaitu dari
4,2 juta hektar menjadi 2 juta hektar (Hance, 2010).
Kerusakan Hutan Mangrove (Sumber) |
Rentetan masalah
lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi terjadinya kerusakan terumbu
karang dan hilangnya ekosistem hutan mangrove, yaitu penurunan produksi perikanan akibat
krisis ganda degradasi ekosistem laut serta penangkapan ikan berlebih. Krisis
produksi ikan di Indonesia salah satunya disebabkan oleh eksploitasi wilayah
pesisir dan pulau-pulai kecil dengan aktivitas pertambangan. Seiring berkembang
pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun
membuat peningkatan aktivitas pertambangan serta aktivitas pembangunan
kawasan pesisir. Hal ini mengakibatkan pencemaran terhadap ekosistem pesisir dan sumber
daya hayati di sekitarnya. Masalah Illegal,
Unre ported dan Unregulated Fishing
- IUU Fishing, menjadi salah satu
faktor ancaman yang membutuhkan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya
gejala overfishing yang menyebabkan
masalah krisis produksi ikan semakin parah.
IUU Fishing Indonesia (Sumber) |
Sebanyak 75% sumber daya perikanan di
Indonesia berada di ambang batas keberlanjutan akibat praktik penangkapan ikan
yang masif dan destruktif untuk memenuhi kebutuhan dunia akan permintaan pasar seafood yang semakin meningkat setiap
harinya. Beberapa wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia juga sudah
menghadapi gejala eksploitasi ikan berlebihan (overfishing) untuk beberapa kelompok komoditas penting, seperti
pelagis besar, pelagis kecil, udang, dan ikan demersal. Kelangkaan ini juga
terlihat dari makin mengecilnya ukuran ikan, turunnya jumlah tangkapan, dan
hilangnya beberapa spesies yang dulunya merupakan tangkapan utama, seperti yang
terjadi pada cumi-cumi di Teluk Jukung, Lombok Timur.
Lebih parah lagi, perikanan Indonesia
mengalami ancaman klasik penangkapan ikan ilegal, peralatan ilegal, dan nelayan
asing dengan kapal penangkap ikan besar. Ironisnya, nelayan kecil yang
merasakan dampak dari ancaman kelangkaan perikanan tersebut. Betapa tidak,
mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk komponen BBM (bahan bakar
minyak), karena lokasi penangkapan ikan (fishing
ground) yang semakin menjauh (Greenpeace Indonesia, 2013).
Ketentuan Wilayah Tangkap untuk Kapal Ikan (Sumber) |
Indonesia memiliki posisi melakukan
penawaran yang strategis untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan
serta memimpin perubahan dalam membangun dan memberdayakan inisiatif regional
dan global untuk menanggulangi, memerangi dan menghilangkan IUU Fishing di kawasan
bahari Indonesia. Peran proaktif Indonesia dalam mempromosikan dan memperkuat
solusi dapat mengatasi overfishing, penangkapan ikan yang merusak,
pertambangan, polusi serta dampak perubahan iklim terhadap lautan.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia
harus meningkatkan kekuatan kolaborasi dari segala lini dengan mempromosikan visi
bersama perlindungan laut. Visi Indonesia 2025 menyatakan bahwa "Indonesia
Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur" sebagaimana terdapat pada UU No
17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang-Nasional, harus menjadi
landasan dasar dan kesempatan untuk meningkatkan komitmen pemerintah, serta
memunculkan perhatian dan partisipasi semua pihak untuk memulihkan laut dari kondisi
siaga yang terjadi saat ini. Yuk ikut bersama mengawasi kondisi bahari
Indonesia dengan cara memilih produk yang baik, salah satunya adalah kegemaran
mengkonsumsi seafood. Kegemaran
mengkonsumsi seafood ini bisa
berdampak buruk bagi kondisi bahari khususnya ekosistem laut. Pastikan untuk
memperhatikan asal seafood tersebut
dan proses produksinya.
Pastikan Mengkonsumsi Seafood yang Berkualitas (Sumber)
Berikut ini langkah-langkah sebelum
menyantap seafood:
1.
Pastikan untuk
mengkonsumsi ikan dewasa. Hindari konsumsi ikan anakan (juvenille)
2.
Hindari mengkonsumsi
biota dalam kondisi bertelur
3.
Hindari mengkonsumsi seafood hasil budidaya yang bibitnya diambil
dari alam
4.
Selalu gunakan panduan
konsumen seafood untuk memilih seafood dari pilihan terbaik
Pilihan Terbaik Seafood (Sumber) |
Semoga keadaan bahari Indonesia lekas membaik. Yuk, aktif mendukung,
mengawasi dan berkontribusi dalam mewujudkan
kelestarian bahari Indonesia! #savetheocean #bijakdalambertindak #beliyangbaik
kelestarian bahari Indonesia! #savetheocean #bijakdalambertindak #beliyangbaik
REFERENSI:
Burke et al. 2012. Reefs at risk, Revisited in the Coral Triangle. World Resources Institute
Burke et al. 2012. Reefs at risk, Revisited in the Coral Triangle. World Resources Institute
Dewan Maritim Indonesia.
2005. Draft kebijakan Kelautan Indonesia.
Dinas Hidrografi dan Oseanografi. 2004. Pulau-Pulau Kecil Terluar. Dinas
Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut: Jakarta
Food
and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2010. World Review of
Fisheries and Aquaculture 2010.
Greenpeace
Indonesia. 2013. Laut Indonesia dalam Krisis. Jakarta: Greenpease Southeast
Asia (Indonesia).
Hance, Jeremy. 2010. NASA
images reveal disappearing mangroves worldwide. http://news.mongabay.com/2010/12/nasa-images-reveal-disappearing-mangroves-worldwide/
Marsetio, Dr. 2015. Aktualisasi Peran Pengawasan Wilayah
Laut Dalam Mendukung Pembangunan
Indonesia Sebagai Negara Maritim yang Tangguh. Universitas Sumatera Utara:
Medan
Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI. 2012.
Spalding et al. 2002.
Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute.
Wilkinson, C. 2008.
Status of Coral Reefs of the World: 2008. Townsville, Australia: Global Coral
Reef Monitoring Network and Reef and Rainforest Research Centre.
www.greenpeace.or.id
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel ini diikutsertakan dalam
Sayembara Blog Kependudukan 2016 BKKBN
Semoga bermanfaat dan menginspirasi. Yuk ikutan
juga!
Tulis Opinimu Mengenai Kondisi Kependudukan
Indonesia.
Penulis: Lucky Caesar Direstiyani
#blogwalking nice sharing mbak..
ReplyDeleteYuhuuu 🙆😄
Delete