"Kamu
tahu kan berita terbaru pasangan nomor urut 02, wah gak nyangka ya begitu"
celetuk gadis berkepang dua, sebut saja Mawar.
"Berita
yang mana? Kamu memang sudah tau nomor urut 01 juga kabarnya banyak kasus"
tanggapan dari teman sebelah, teman-teman memanggilnya Melati.
"Memang
kalian yakin kalau semua beritanya benar? Jangan-jangan cuma hoax aja. Kan
sekarang banyak banget situs yang menyebarkan berita-berita palsu.” Jelas Anggrek,
teman Mawar dan Melati.
Percakapan
antara Mawar, Anggrek dan Melati, sering beberapa kali terjadi. Apalagi di
masa-masa menuju pemilihan umum seperti saat ini. Tak jarang pula secara
pribadi saya membaca berita yang penuh dengan provokasi dan bertujuan untuk menggiring opini pada
partai politik atau orang-orang tertentu. Tentunya harus bijaksana dan cerdas menanggapi
berita-berita seperti ini. Tidak boleh langsung percaya, apalagi langsung membagikan tanpa
meneliti lebih jauh berita tersebut benar-benar asli atau sekedar fake news. N amun, yang kita lakukan harus terlebih dahulu mengetahui kebenaran berita.
Hidup
di era serba digital seperti saat ini, informasi
mengalir dengan sangat cepat. Terkadang banyak yang dengan asal membagikan berita
tanpa membaca detail keseluruhan berita. Kurang waspadanya para pembaca ini
membuat semakin marak beredarnya berita-berita palsu.
Hal
tersebut menjadi salah satu faktor pendorong makin berkembangnya hoaks tidak
hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Terdata di Kemenkominfo tahun 2016,
ada sekitar 800.000 akun baik media sosial maupun media online di Indonesia
yang diblokir oleh Pemerintah karena terindikasi sebagai penyebar informasi
palsu maupun penyebar ujaran kebencian. Jumlah akun sejenis yang telah diblokir
lebih dari 600 ribu pada bulan Januari hingga Oktober 2017.
Didukung dengan hasil survey yang dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), jenis berita hoaks yang paling sering diterima terkait isu sosial politik, khususnya mengenai pilkada dan pemerintah yaitu sebesar 91,80%. Apalagi di masa-masa menjelang pemilihan umum (pemilu) tahun 2019 yang akan diselenggarakan serentak di Indonesia tanggal 17 April 2019. Selain itu, sebesar 88.6% masyarakat Indonesia juga sering mendapatkan berita palsu mengenai suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Didukung dengan hasil survey yang dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), jenis berita hoaks yang paling sering diterima terkait isu sosial politik, khususnya mengenai pilkada dan pemerintah yaitu sebesar 91,80%. Apalagi di masa-masa menjelang pemilihan umum (pemilu) tahun 2019 yang akan diselenggarakan serentak di Indonesia tanggal 17 April 2019. Selain itu, sebesar 88.6% masyarakat Indonesia juga sering mendapatkan berita palsu mengenai suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Penyebaran
berita hoax paling besar melalui media sosial sebesar 92.4%. Media sosial juga
tidak pernah sepi pengguna. Kalau dihitung dalam satu hari, berapa lama berkutat
dengan media sosial? Jumlah
pengguna media sosial pun terus bertambah seiring berjalannya waktu dari semua
kalangan, mulai anak kecil sampai kakek-nenek pun aktif bermain media sosial.
Jumlah
pengguna internet di Indonesia dari data Kementerian Komunikasi dan Informasi tahun 2018 telah mencapai 143,26 juta jiwa dari 262 juta jiwa
total populasi penduduk Indonesia. Laporan dari We are social, pada tahun 2018
sebanyak 130 juta orang aktif menggunakan media sosial.
Selanjutnya, aplikasi chatting menjadi saluran kedua penyebaran berita palsu sebesar 62,8%. Benar sekali karena adanya grup-grup di aplikasi chat menjadi jalan untuk sharing berita-berita lebih cepat dan mudah. Apalagi sekarang jenis aplikasi chat juga sangat beragam.
Tingginya penyebaran berita hoax melalui beberapa saluran penyebaran berita tentunya menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Prosentase masyrakat Indonesia yang khawatir terhadap pengunaan informasi yang tidak tepat atau lebih ringkasnya informasi palsu sebagai senjata negatif sebesar 76-80%. Sebuah warning harus lebih waspada lagi menyikapi banyaknya informasi-informasi yang beredar setiap harinya.
Nah,
menjelang pengadaan pemilu 2019, bisa dibayangkan sendiri kan berapa banyak
potensi informasi-informasi palsu yang mengalir setiap harinya. Supaya
terhindar sebagai korban informasi palsu, harus jadi pembaca cerdas melawan
hoax yang ada. Bagaimana caranya? Pertama, kenali
dulu informasi yang beredar, benar-benar asli atau ternyata hanyalah hoax hanya
memprovokasi?
Mengacu
pada International Federation of Library Association and Institution, berikut
ini cara untuk mengenali informasi asli atau hanya fake news:
Periksa Sumber Berita dan Penulisnya
Kenali
situs penyebar informasi lebih dalam. Periksa siapa pengelola informasinya. Pertama,
cek domain dari sumber berita. Penting
juga untuk mencari tahu juga siapa penulisnya dan apakah bisa dipercaya kebenaran
informasi yang dituliskan. Periksa juga adakah kontak penulis yang tercantum di
sumber berita. Situs yang menutupi identitas penulisnya patut dicurigai sebagai
situs berita palsu ataupun situs penipuan. Cara untuk memeriksa sebuah situs
dengan jelas bisa dengan menggunakan situs who.is.
Layanan
who.is ini akan menjabarkan secara rinci semua informasi mengenai pembuatan
situs. Identitas mengenai situs dan pemilik situs juga akan secara jelas ditampilkan
oleh layanan who.is. Bisa mendapatkan kontak informasi dan identitas dari
pemilik situs. Saya sudah mencoba cek situs Kontemplasi Asa (https://who.is/whois/luckycaesar.com).
Periksa Sumber Pendukung Berita
Cukup
penting untuk memeriksa tautan pendukung berita untuk memastikan apakah benar
mendukung berita yang dituliskan.
Baca Informasi secara Detail
Banyak
dari kita yang asal share berita atau informasi tanpa membaca secara detail
informasi karena judul yang bombastis. Penting sekali untuk membaca keseluruhan
isi berita secara detail.
Periksa tanggalnya
Banyak
sekali situs yang mengunggah berita lama yang jelas saja sudah tidak relevan
dengan kondisi saat ini. Jadi bisa saja terkecoh jika hanya membaca judul dan tidak membaca detail informasi secara
keseluruhan.
Hindari Prasangka
Jangan
mudah terprovokasi dahulu dalam membaca sebuah berita, pertimbangkan bahwa
keyakinanmu dapat mempengaruhi penilaian berita tersebut asli atau hanya hoax.
Tanya kepada Pakar atau Periksa di Situs
Anti-Hoax
Langkah
pamungkas, tanyakan kepada pustakawan atau langsung periksa ke situs pengujian
fakta. Ada beberapa aplikasi untuk mendeteksi Hoax, salah satunya adalah
aplikasi Hoax Buster Tools (HBT) yang dikembangkan oleh Masyarakat Anti Fitnah
Indonesia (MAFINDO). Aplikasi ini bisa digunakan untuk memeriksa kebenaran
informasi yang didapatkan, baik dalam bentuk teks, gambar, ataupun video. Saya
sudah install aplikasinya lho ~
Dalam
rangka melawan informasi-informasi hoax yang beredar, khususnya yang berkenaan
dengan isu-isu politik dan pilihan presiden, karena saat ini menjelang
masa-masa pemilu. Yuk mari makin tanggap dan cerdas saat membaca dan menanggapi
informasi-informasi yang didapatkan. Periksa lebih dahulu, saring informasi dan
periksa kebenarannya, selanjutnya baru dibagikan.
Jangan
asal bagi, jangan mudah terprovokasi dengan judul yang begitu bombastis. Cerdas
lawan Hoax, sebagai aksi nyata berantas maraknya informasi palsu yang beredar.
Pun sebagai aksi nyata ikut menyukseskan jalannya Pemilu 2019 agar makin banyak
yang berpikir lebih jernih, lebih bijak dan jelas tidak terprovokasi dengan
isu-isu yang belum pasti kebenarannya. Yuk, jadi lebih bijak dan cerdas lawan Hoax!
Referensi:
Mengenal Aplikasi Lawan Hoax
wah mba Lucy panas membara kalau udah bahas topik beginian yang kubu 01 merasa paling benar dan kalian salah begitupun sebaliknya jadi ya ga akan ada damai kalau perspektifnya begitu terus dan lagi azas pemilu LUBER keknya ga berlaku lagi :p melihat begini terus malah bikin aku jadi golput wkwkwk klopun milih diem2 aja ah ga akan bilang :p
ReplyDeleteIyaa mbak bellaaa, gregetaan juga makin banyaak berita-berita hoax ndak jelas gtu yang bertebaran di medsos :" apalagi menjelang pemilu kaya begini mbaak. wkwkwk
Deletewkwkw iyaa harusnyaa juga ndak perlu bilang-bilang mbaak pilih yg mana, yg wajib menggunakan hak pilih dengan sebijaksana mungkin. Pertimbangannya bsa dari program kerja ataupun dari track record selama ini. namun kudu dipastikan sumber datanya benar, bukan data palsu juga ehhehe
hoaks itu di negera ini udah kayak virus mematikan
ReplyDeleteudah gak bisa ngomong apa2 lagi
yang sedih banyak orang terdekat juga ikut nyebarin hoak
sedih akutu
Beneer bangeet mas, udaa kaya virus. gampang nularr kalau nggak bener-bener waspada TT
Deleteiyaaa yuk ambil bagiaan melawan HOAX biar gak makin paraaah efeknya, apalagi musim pemilu ginii kan mas :"
aku pun ikut membara membacanya mbak suka kesel juga soalnya. wah ada aplikasinya yaa, bagus nih.
ReplyDeleteiyaa mbaak ghinaa samaaa, sukaa sebel sendiri yaa kalau yg seenaknya sebar berita hoax belum lagi drama" yg terjadi setelah itu. hikss miris . . iyaaa yuk mbaak ikut berantas hoax biar gak makin meresahkan hehehe
Deleteaku suka skip skip semua link2 berita... dari kubu manapun... apalagi kalo gambarnya editan ga professional, makin males deh.. headline koran nasional segala lah dikarang2, hadeuhhh
ReplyDeleteSegala macam cara dilakukan untuk mendukung paslon junjungan dan menjatuhkan paslon lainnya. Salah satunya ya melalui penyebaran berita hoax. Mirisnya bukan cuma buzzer aja, tapi media professional pun terkadang ikut andil. Ini yang paling bahaya. Harusnya media netral dong ya. Menjelang pemilu, saya lebih banyak liat YouTube ketimbang baca berita yang isinya politik mulu
ReplyDeletebeberapa waktu lalu baca tulisan bahwa di antara banyak hoax, hoax politik yang sangat mudah dipercaya. karena memang orang kalau udah benci dengan sesuatu atau seseorang akan mudah terprovoki. Kayak nggak ada lagi filter di pikirannya
ReplyDelete