Pendidikan
bukan hanya untuk memperoleh ilmu tetapi juga untuk membentuk moral. Sepenggal
pesan dari Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, yang hari lahirnya
diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Pendidikan pada masa penjajahan Belanda menjadi hal yang begitu eksklusif untuk keluarga priyayi dan orang asli Belanda. Melalui
Perguruan Taman Siswa yang digagas oleh beliau, para penduduk
pribumi bisa mengenyam pendidikan yang sama dengan orang-orang kaya dan kasta
yang lebih tinggi.
Berkat kegigihan
beliau dalam memperjuangkan pendidikan Indonesia, saat ini kita bisa
mengenyam pendidikan dengan begitu mudah melalui beragam akses pendidikan yang
dapat kita tempuh. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita bersungguh-sungguh dan terus semangat dalam meneruskan perjuangan pendidikan para pejuang
terdahulu.
Pentingnya pendidikan jelas sangat terasa dalam memberikan pengaruh pada pembangunan bangsa. Pun peran perempuan dalam kemajuan pendidikan menjadi faktor penting yang tidak dapat dipisahkan. Bapak Proklamasi Indonesia, Ir. Soekarno, juga menyampaikan bahwa “Perempuan merupakan tiang negara”.
Hal ini berarti perempuan menjadi pondasi utama dalam mencetak peradaban bangsa yang maju dengan pendidikan sebagai alat tempurnya. Perempuan, dalam hal ini Ibu, menjadi agen pendidik pertama dan memiliki andil besar dalam pengembangan potensi anak. Eits, tapi bukan berarti hanya Ibu yang punya tugas mendidik dalam keluarga, ayah juga berpengaruh dalam proses pendidikan anak.
Pentingnya pendidikan jelas sangat terasa dalam memberikan pengaruh pada pembangunan bangsa. Pun peran perempuan dalam kemajuan pendidikan menjadi faktor penting yang tidak dapat dipisahkan. Bapak Proklamasi Indonesia, Ir. Soekarno, juga menyampaikan bahwa “Perempuan merupakan tiang negara”.
Hal ini berarti perempuan menjadi pondasi utama dalam mencetak peradaban bangsa yang maju dengan pendidikan sebagai alat tempurnya. Perempuan, dalam hal ini Ibu, menjadi agen pendidik pertama dan memiliki andil besar dalam pengembangan potensi anak. Eits, tapi bukan berarti hanya Ibu yang punya tugas mendidik dalam keluarga, ayah juga berpengaruh dalam proses pendidikan anak.
Melihat
pentingnya peran perempuan dalam mewujudkan kemajuan pendidikan tidak serta
merta memudahkan para perempuan untuk bisa menempuh pendidikan tinggi. Realita
yang ada bahwa perempuan selalu dipandang sebelah mata. Pendidikan untuk
perempuan hanya dianggap sebagai formalitas belaka karena pada akhirnya perempuan hanya
mengurus urusan dapur, sumur, kasur ketika sudah berkeluarga. Padahal ketiga
urusan itu akan selesai dengan sangat baik dengan pendidikan sebagai bekal untuk
perempuan yang mengerjakannya.
Aspek pendidikan untuk perempuan juga berpengaruh dalam segala hal. Bahkan ketika perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga. Emansipasi wanita terus digaungkan dari jaman penjajahan Belanda sampai sekarang ini. Tidak hanya R.A. Kartini pahlawan pejuang emansipasi wanita yang mewujudkan kesetaraan perempuan dalam mendapatkan pendidikan, banyak tokoh perempuan lainnya yang juga mempunyai peranan besar dalam memperjuangkan kesetaraan gender serta memperkuat peran perempuan.
Ada Dewi Sartika yang mendirikan sekolah pertama untuk perempuan di Bandung. Selain itu dalam dunia jurnalistk ada Rohana Kudus, wartawan asal Padang yang gencar menulis tentang kesetaraan gender di koran. Banyak tokoh pejuang wanita lainnya yang terus berjuang memperkuat peran wanita dengan pendidikan yang dimiliki guna mendukung pembangunan negeri. Termasuk saya yang akan terus melanjutkan studi karena masih ada banyak hal yang harus dipelajari.
Benarkah stereotip gender
menjadi halangan perempuan menempuh pendidikan tinggi?
Keputusan
saya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi berdasar pada
kebutuhan untuk terus belajar dan mempelajari ilmu yang lebih luas. Sepakat
sekali dengan pesan Ki Hajar Dewantara di awal postingan ini, bahwa pendidikan
sejatinya tidak hanya tentang ilmu tapi juga pembentukan moral. Pun wadah
untuk mendapatkan banyak pengalaman dan juga pelajaran berharga. Meskipun presentase perempuan yang melanjutkan pendidikan tinggi kecil, apalagi untuk bidang
engineering yang saya tempuh. Hal tersebut sama sekali tidak membuat saya gentar. Maju sekolah terus, pantang mundur!
Perjuangan nyata untuk menyelesaikan pendidikan Strata 2 di Korea Selatan, Sept 2019 (photo credits: luckycaesar.com) |
Baca juga:
Pendidikan
tinggi masih dianggap sebagai hal mewah bagi perempuan. Entah karena stereotip
gender yang mengakar pada budaya masyarakat atau stereotip yang berkembang lainnya sehingga membuat ketidakpercayaan
diri perempuan untuk menuntut pendidikan tinggi. Anggapan bahwa nantinya perempuan hanya bertanggung jawab dalam
urusan domestik rumah tangga membuat sebagian perempuan kurang termotivasi untuk melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi.
Pandangan lainnya mengenai budaya
yang berkembang di masyarakat bahwa menikah patut untuk diprioritaskan oleh
perempuan dibanding dengan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Apalagi
kalau perempuan tersebut sudah memasuki usia matang untuk menikah. Sejak dulu, perempuan selalu dilanda tekanan dan ekspektasi sosial yang tinggi. Mulai dari usia menikah, cara bersikap, model pakaian hingga hal penting mengenai keputusan melanjutkan pendidikan tinggi.
Istilah “menjadi perawan tua” sering dikaitkan apabila perempuan terlalu mengejar pendidikan sehingga lupa menikah dan akibatnya menjadi perawan tua. Belum lagi banyak yang bilang kalau laki-laki cenderung takut menikahi perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mungkin saja takut kalau perempuan menjadi lebih dominan dalam “mengontrol” rumah tangga. Ataupun alasan lainnya yang memang tidak mau perempuan lebih tinggi dalam hal pendidikan dibandingkan dirinya.
Istilah “menjadi perawan tua” sering dikaitkan apabila perempuan terlalu mengejar pendidikan sehingga lupa menikah dan akibatnya menjadi perawan tua. Belum lagi banyak yang bilang kalau laki-laki cenderung takut menikahi perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mungkin saja takut kalau perempuan menjadi lebih dominan dalam “mengontrol” rumah tangga. Ataupun alasan lainnya yang memang tidak mau perempuan lebih tinggi dalam hal pendidikan dibandingkan dirinya.
Pemikiran
yang sangat kuno, mungkin begitu yang ada di pikiran teman-teman. Tetapi memang
benar begitu adanya. Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi memang harus
dengan banyak pertimbangan. Belum lagi jika keluarga, kerabat atau lingkungan
sekitar yang tidak begitu supportive dengan masalah pendidikan. Selain butuh niat yang kuat, mental sekuat
baja pun juga harus senantiasa dilatih.
Bagaimana kesempatan menempuh
pendidikan untuk kaum perempuan di Indonesia?
Pencapaian
kapabilitas perempuan dalam berbagai bidang diukur dengan menggunakan Indeks
Pemberdayaan Gender (IPG). Data dari BPS menunjukkan terus terjadi peningkatan IPG selama kurun waktu 8 tahun terakhir dan rekap data terakhir tahun 2018 sebesar
72.1%. Dalam indeks yang
lebih luas, pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan. Pada
tahun 2019, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 71,92%,
meningkat sebesar 0,53 poin atau tumbuh sebesar 0,74% persen dibandingkan tahun
2018.
Kualitas
manusia dalam IPM diukur dalam dimensi pendidikan, kesehatan dan juga ekonomi.
Komponen pembentuk IPM yang digunakan adalah umur harapan hidup mewakili
dimensi kesehatan, angka harapan lama sekolah serta rata-rata lama sekolah yang
mewakili dimensi pendidikan, dan pengeluaran konsumsi untuk mewakili dimensi
ekonomi. Nilai IPM wanita mengalami peningkatan lebih cepat dibandingkan dengan
IPM laki-laki pada tahun 2018, yaitu sebesar 0.87% (IPM perempuan) dan 0.77%
(IPM laki-laki).
Peningkatan
performa dalam sektor pendidikan menjadi upaya untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
Pendidikan menjadi hal pokok untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih luas
dan memainkan peran penting dalam mewujudkan pertumbuhan serta pembangunan yang
berkelanjutan.
Harapan lama sekolah (HLS) merupakan salah satu analisis statistik yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan. Anak-anak yang berusia 7 tahun pada 2019 memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,95 tahun (hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang Diploma I). Lebih lama 0,04 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada tahun 2018.
Harapan lama sekolah (HLS) merupakan salah satu analisis statistik yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan. Anak-anak yang berusia 7 tahun pada 2019 memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,95 tahun (hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang Diploma I). Lebih lama 0,04 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada tahun 2018.
Hal
ini berarti terjadi peningkatan dalam lama penempuhan pendidikan dari pada tahun sebelumnya. Sementara itu, penduduk
usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,34
tahun. Hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang kelas IX. HLS
perempuan pada tahun 2018 sebesar 12,99%
dan laki-laki sebesar 12,84%. Pencapaian yang relatif hampir sama ini
menandakan bahwa kesetaraan pembangunan dalam aspek pendidikan dapat diwujudkan
secara merata dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Selain
HLS, rata-rata lama sekolah juga menggambarkan capaian pendidikan jangka
panjang yang didefiniskan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh laki-laki
dan perempuan usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2018 rata-rata pendidikan yang dijalani
oleh laki-laki sekitar 8.62 tahun dan perempuan 7.72 tahun. Hal ini berarti
rata-rata pendidikan laki-laki 1 tahun lebih lama dibandingkan dengan
perempuan. Lama pendidikan perempuan ke jenjang yang lebih tinggi perlu
ditingkatkan agar tercapai kesetaraan dalam aspek pendidikan.
Bagaimana peningkatan
kualitas pendidikan bisa memperkuat peran perempuan dalam berkarya?
Peningkatan
kualitas pendidikan dapat memperkuat peran perempuan dalam mendukung pembangunan negeri. Pendidikan tidak terbatas hanya mengenai pendidikan formal, namun pendidikan dalam arti lebih luas mencakup juga pendidikan informal yang bahkan di era digital seperti sekarang ini bisa kita dapatkan dengan mudah. Peningkatan soft skill yang dimiliki dengan menekuni kegiatan yang disukai, seperti berkebun, memasak, membuat kerajinan tangan, dan juga menari. Tidak hanya itu, pendidikan informal bisa juga ditempuh dengan mengikuti program di lembaga kursus ataupun kuliah online untuk belajar mengenai entrepreneur dan investasi, kemampuan public speaking, ataupun pendalaman terhadap ilmu-ilmu penting lainnya.
Peningkatan kualitas pendidikan terbukti bisa memperkuat peran perempuan dalam berkarya, sebagai buktinya terjadi peningkatan presentase perempuan
yang bekerja sebagai tenaga professional sebesar 0.72 poin menjadi
47.02% pada tahun 2018. Tidak hanya itu, perempuan juga menjadi pemeran utama
dalam industri ekonomi kreatif dengan presentase 53.68%. Sektor ekonomi
kreatif cukup signifikan dalam mendukung perekonomian Indonesia. Pada tahun
2018, sektor ekonomi kreatif menyumbang sebanyak Rp 1.105 triliun ke PDB dan
mampu menyerap lebih dari 17-18 juta tenaga kerja.
Dari sisi kepemilikan usaha ekonomi kreatif, hasil sensus ekonomi tahun 2016 jumlah pengusaha perempuan masih mendominasi sebesar 54.96% dibanding dengan pengusaha laki-laki di ekonomi kreatif sebesar 45.04%. Selain itu, pada tahun 2011-2016 tercatat pertumbuhan tenaga kerja perempuan sebanyak 9%. Peningkatan presentase ini menjadi pencapaian bahwa perempuan bisa maksimal dalam berkarya.
Dominasi perempuan pada industri ekonomi
kreatif (IEE) disebabkan karena IEE lebih bersifat dinamis dan juga fleksibel
sehingga memungkinkan perempuan mengambil peran ganda dengan tetap bekerja dan
berkarya di tengah kesibukan lainnya baik sebagai pekerja ataupun ibu rumah
tangga. Keberadaan industri ekonomi kreatif ini sangat membantu dalam pemberdayaan perempuan
dan memperkuat peran perempuan dalam mendukung kemajuan negeri. Pun pendidikan tidak bisa dipungkiri juga mengambil peran krucial dalam mendukung perempuan
untuk bisa terus berkarya dan bekerja cerdas.
Jadi, bagaimana menjadi
perempuan berdaya dan memberikan peran maksimal dalam berkarya?
Tanpa
pendidikan, tentu tidak ada pondasi kuat untuk bisa berkarya dengan hasil maksimal.
Pendidikan juga ibarat kunci untuk membuka pintu-pintu kesempatan dalam
pengembangan diri. Sebagai perempuan yang terus belajar dan berkarya, terdapat
5 tips yang menurut saya patut untuk dilakukan agar
bisa menjadi perempuan yang dapat memberikan banyak peran kebaikan untuk sekitar.
1. Terus
belajar dan berkarya
Never
stop learning! Karena sejatinya hidup
ini adalah bangku pendidikan tanpa akhir. Terus belajar hingga kehidupan
di dunia berhenti. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, semakin banyak dan mudah akses untuk belajar. Banyak platform-platform edukasi untuk mendukung pendidikan yang
berkualitas dan bisa dijangkau oleh semua pihak.
Salah satu diantaranya adalah
EduCenter dengan konsep One Stop
Education of Excellence menjadi pusat edukasi terbesar di Indonesia dengan
lebih dari 20 institusi pendidikan ternama. Tidak hanya itu, ternyata terdapat
beberapa kursus selain pelajaran di sekolah yang akan membantu mengembangkan
kecerdasan, kreatifitas serta beberapa aktivitas khusus lainnya, seperti ballet
dan juga bela diri. EduCenter memiliki berbagai macam pilihan pembelajaran untuk kemampuan bahasa asing, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Mandarin, serta ada kelas memasak, kelas membuat prakarya kerajinan tangan, dan juga kelas musik. Informasi lebih lengkapnya bisa langsung ke website EduCenter, atau melalui media sosial EduCenter di instagram, facebook, ataupun twitter.
Tentunya dalam pemilihan lembaga kursus wajib mempertimbangan tidak hanya kualitas pengajar, materi yang diajarkan, dan reputasi lembaga namun juga perlu mempertimbangkan fasilitas, keamanan dan kenyamanan yang diberikan saat proses pembelajaran. Beragam program yang ditawarkan EduCenter menurut saya sangat menarik untuk mengembangkan beragam potensi yang dimiliki oleh anak. Jadi anak tidak hanya mempelajari ilmu di bangku sekolah formal saja, namun juga mengasah softskill yang dimiliki.
2. Berani
mengambil peluang
Banyak
peluang yang sebenarnya datang dalam kehidupan kita. Namun seringkali terlewat
begitu saja karena kurangnya keberanian dan juga kesiapan untuk menghadapinya.
Alhasil kita melewatkan kesempatan belajar banyak hal baru dari peluang yang tidak kita manfaatkan dengan baik. Keberanian dalam mengambil peluang ini perlu sekali dilatih dan diterapkan dalam diri agar banyak hal baru yang bisa dipelajari. Namun tentunya keberanian itu
harus disertai dengan persiapan dan tekad diri untuk terus belajar dalam menaklukan peluang-peluang yang menghampiri.
Baca
juga:
3. Berani
keluar dari zona nyaman
Zona
nyaman bagi saya adalah zona minim untuk berkembang, zona stagnan, zona yang
tidak akan membuat kita bisa upgrade kemampuan diri. Kenapa begitu? Yes, karena saat berada di zona nyaman tidak ada tantangan untuk belajar hal-hal baru. Semuanya
serba enak, serba bikin nyaman.
Apa yang kamu harapkan dari tempat yang nyaman?
Pasti akan terlena dengan ritme kenyamanan yang senantiasa disuguhkan. Sebaliknya, dengan keluar dari zona nyaman bisa terus meningkatkan kemampuan diri, naik “kelas”. Pun bisa melatih ketangguhan diri karena saya yakin zona tidak nyaman akan penuh dengan
tantangan demi menguji kemampuan yang dimiliki.
4. Maju terus! Pantang menyerah terhadap kegagalan yang terjadi
Lebih
baik mencoba lalu gagal daripada tidak pernah mencoba sama sekali karena takut
gagal. Kegagalan yang terjadi merupakan batu loncatan untuk bisa melompat lebih
jauh lagi. Meskipun tidak mudah berdamai dengan kegagalan-kegagalan yang
terjadi, yakin dan bulatkan tekad untuk terus maju. Pantang menyerah dengan
kegagalan-kegagalan yang terjadi, maju terus mencoba!
5. Tetap berikan
penghargaan atas pencapaian diri
Setelah
bersusah payah, jatuh bangun berjuang dengan target dan peluang yang ada, jangan
lupa untuk memberikan penghargaan atas kerja keras dan pencapaian diri. Berikan
self-reward dengan hal-hal yang sederhana. Sesederhana makan es krim, coklat, movie time
ataupun sekedar jalan-jalan sejenak ke taman, pantai dan tempat sejuk lainnya.
Last but not least, pastikan tetap memberikan ruang dan reward pada diri
sendiri seiring dengan terus berusaha dan belajar untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
Baca juga:
#pendidikan #peranperempuan #perempuanberdaya #perempuanberkarya #educenterid
Referensi:
Sirclo.
2020. Dominasi Perempuan dalam Sektor Ekonomi Kreatif Indonesia.
Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2019. Pembangunan Manusia
Berbasus Gender 2019.
Badan
Pusat Statistik 2010-2018.
maaksih sharingnya, lengkap sekali
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir mbak tira, semoga bermanfaat ya mbak 😊
DeleteAku pernah dekat dengan dunia perempuan yang hanya sampai tingkat pendidikan menengah. Sedihnya, rendahnya tingkat pendidikan tersebut menjadikannya mudah direndahkan dan memperoleh kekerasan fisik maupun verbal. Nggak bisa melawan, karena merasa lemah, nggak bisa apa-apa.
ReplyDeleteSemoga semakin banyak perempuan yang memperoleh akses pendidikan. Jika pun nggak bisa memperoleh pendidikan formal, setidaknya mempunyai ketrampilan yang akan membuat para perempuan produktif dan berdaya.
Huhu iyaa mbaak, saya juga pernah mendengar curhatan langsung mirip seperti itu. Miris sekali rasanya ya mbak. .
DeleteAamiin, iyaa mbak. . Semoga makin banyak juga perempuan yg peduli dan sadar akan pentingnya pendidikan, karena pada dasarnya perubahan yg terjadi tergantung pada kesadaran diri masing" 😊
Sedih kalau masih mikir wanita ga usah tinggi2 sekolah krn urusannya jg nanti ke dapur dan kasur, dan ga trima bgt dianggap alasan klo wanita pendidikan lbh tinggi kebanyakan pria akan takut, justru wanita berpendidikan tinggi untuk mengajarkan anak2nya kelak dan dan itu salah satu untuk bangsa jg, dan pria hrs nya tingkatin kualitas diri klo wanitanya lbh tinggi.. eh jadi panjang gini ��
ReplyDeleteSepakaaat mbaak, padahal wanita berpendidikan tinggi juga sangat mendukung untuk anak"nya nantiii. . .hehehe iyaa saling meningkatkan kualitas diri, harapannya bsa saling dukung ya mbak 😊
DeleteUda banyak perempuan2 hebat di sekitar kita. Sayangnya laki2 masih banyak yang berpemikiran primordial. Di dunia kerja pun masih banyak perilaku diskrimintatif pada perempuan.
ReplyDeleteDan perempuan pun banyak yg bersikap primordial pada sesama perempuan. Mereka cenderung lebih menghargai laki2, terutama orang2 tua.
Perlu kesadaran dari kaum perempuan sendiri untuk menyadari bahwa perempuan bukan kaum terbelakang. Lelaki pun banyak yang tak mengenyam pendidikan tinggi.
Iyaa mbak 😊 perlu sadar juga ya kalau kaum perempuan berharga dan punya kesempatan sama dengan kaum pria 😊
DeleteSangat bermanfaat Lus. Terimakasih ilmu nya 👍🏽
ReplyDeleteSama samaa 😊😊🙏🏻
DeleteTulisan yang sangat lengkap dengan beberapa fakta sebagai bukti pendukung, saya jadi teringat jaman skripsi harus membuat bagian bab 1 yakni latar belakang dengan aspek-aspek seperti contoh tulisan diatas hehe.
ReplyDeleteMembahas soal stereotipe perempuan yang terkesan hanya sebagai media pembantu dalam kehidupan kok kayaknya miris yaa. Memang sejatinya di masa kini perempuan harus semakin giat belajar, berkarya, dan lebih berani dalam menjalani kehidupan supaya stereotipe buruk di masa lalu bisa segera hilang dan perempuan-perempuan di masa depan pun juga semakin berkualitas ekonomois tingkat tinggi :D
Benerr mbaaak, harus makin giat mengembangkan potensi dirii, semangaat yaaak 🥰
DeleteYesss tetap semangat pokoknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Segala kesulitan pasti ada jalan keluarnya ya..
ReplyDeleteIyessss mbak, keep fighting for us ❤️
Deletesedih banget baca datanya
ReplyDeleteapalagi kalo dicompare data bahwa 42,3% kekerasan yang dialami perempuan adalah pembatasan pasangan. JIka kesehariannya perempuan mengalami kekerasan seperti itu, bagaimana dia bisa mendorong agar keturunannya mampu bertindak lebih
Iyaa ambu, tp setidaknya banyak peningkatan jugaa yg dicapai oleh kaum perempuan Indonesia. Mulai dari lama menempuh pendidikan hingga kontribusi di sektor ekonomi kreatif 😊
DeleteMasya Allah, keren dirimu, Mbak. Jujur saja, saya juga pengen bisa kuliah dan menempuh pendidikan tinggi, namun memang sejak awal kondisi ekonomi nggak memungkinkan. Pas udah nikah dan ada kesempatan (plus izin dari suami), saya ragu apakah saya bisa membagi waktu buat kuliah dan menemani anak-anak yang masih kecil. Akhirnya saya urungkan dulu impian itu, mungkin suatu saat ada waktunya :)
ReplyDeleteSemangaat terus belajar ya mbaak, semogaaaa bisa terwujud impiannya untuk lanjut studi lagi. Sembari terus meningkatkan skill yg dimiliki di dunia kepenulisan ya mbak 😊
DeleteMirisnya, masih banyak yang beranggapan bahwa sekolah itu yang penting dapat ijazah. Makanya jual beli ijazah masih rame aja. Makanya yang bergelar tinggi pun kadang ya...gitu deh.
ReplyDeletePadahal yang mesti dikejar itu ilmunya ya. Dan itu berlangsung seumur hidup.
Iyaaa mbaak, miriss kalau ada yg sampe beli ijazah atau menempuh sekolah tinggi asal"an hanya untuk dapat gelar. Padahal esensinya lanjut pendidikan adalah dapat ilmu yg lebih tinggi dan supaya lebih ahli . .
DeleteMasyaAllah, Barakallah keren banget mbak S2 di KorSel. Setuju banget mbak, menjadi perempuan yang berdaya seharusnya mesti mau keluar dari zona zaman. Sebagai IRT, saya gak mau hanya menghabiskan waktu di rumah dengan pekerjaan rumah or sekedar nonton saja. Aku juga mesti upgrade ilmmu, walaupun kadang ilmu baru yang didapat malah bikin puyeng. Xixixi...
ReplyDeleteAamiin mbaak, semoga bsa jd keren beneran hehehe kereennn mbak dyaah, salut banget sama usaha untuk terus upgrade ilmu. Barakallah mbaak 🥰
DeleteSalut dengan pencapaiannya Mbak. Udah bisa lulus S2 di Korsel. Memang iya perempuan perlu pendidikan tinggi agar saat mendidik anak bisa jadi generasi terbaik. Nice post, makasih sharingnya.
ReplyDeleteSama" mbaak, makasih uda berkunjung jugaa ya mbak😊
DeleteSetuju sekali mbak Lucky.. dalam prakteknya peran perempuan memang pegang peranan penting dalam segala hal. Ngga usah jauh-jauh, efek pandemic yang membuat KBM dipindah kerumah dengan iatilah school from home atau learn from home... Peran ibu sangat dominan disini. Ibu dituntut belajar cepat dan serba bisa. Bisa ngga bisa, harus bisa.. ngga ada pilihan lain.. tetap semangat.. !
ReplyDeleteSepakat, perempuan memang harus berpendidikan tinggi karena dia adalah guru pertama bagi anaknya.
ReplyDeleteSaya selalu salut pada para perempuan yang sudah menikah, memiliki anak namun masih penuh semangat menempuh pendidikan formal. Dan suka sedih kalau ada yang berkomentar buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, apalagi kalau yang berkomentar juga sesama perempuan
Iyaaa mbak samaa, sedih gtu kalau sesama perempuan tp bukannya saling mendukung malah menjatuhkan. Semangaat yaa mbak untuk kita, trus belajar, belajar dan belajar 😊
DeletePeran perempuan si setiap lini kehidupan ini sungguh sangat penting.
ReplyDeleteYang katanya makhluk lemah, justru perempuan adalah makhluk terkuat.
Tak satupun laki2 yang di test alat simulasi kontraksi melahirkan bisa kuat, rata2 menyerah.
Semangat...
Iyaa kak, benerr. Wanita itu makhluk terkuat dan tahan banting. Pernah juga saya lihat simulasi itu kak, salut banget buat para perempuan super power 😊
DeleteAku selalu bersyukur punya orangtua yang berpikir harus sekolah setinggi mungkin untuk mencapai apa pun yang kamu inginkan. Apalagi mamaku yang berprinsip, perempuan itu harus punya penghasilan sendiri makanya harus sekolah setinggi mungkin. Perempuan itu harus sekolah tinggi, karena kalau jadi ibu, dialah orang pertama yang jadi guru untuk anaknya. Oh ya, mamaku termasuk perempuan yang telat menikah karena sekolah dan bekerja.
ReplyDeleteInsya Allah, aku akan seperti orangtuaku ke tiga anak perempuanku.
Semangaat mbaak yaa, terus belajar dan berjuang untuk memberikan yg terbaik pada anak" 😊 semoga jd generasi sholehah yg membanggakan dan bermanfaat untuk sekitar, aamiin 😊
DeleteSetuju mbak.. keluar dari zona nyaman dan berani ambil peluang adalah beberapa kunci meraih kesuksesan
ReplyDeleteIndeed, mbaak danii 🥰 trus memperbaiki diri dan keluar dr zona nyaman yaa😊
Deleteyesss, betul! terus belajar dan berkarya :D women will!
ReplyDeleteWomen will ❤️🥰
DeletePerempuan berdaya bisa dengan banyak hal, salah satunya adalah dengan semangat belajar dan tidak ragu memperbaiki diri yang bisa dilakukan kapanpun dan dimana pun
ReplyDeleteIyesss mbaak, terus upgrade kemampuan diri dan semangat mempelajari hal-hal baru 😁
DeleteBanyak bnget yg di contohkn dr YG terdahulu y kak pendidikan untuk perempuan juga berpengaruh dalam segala hal. Bahkan ketika perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga.
ReplyDeleteBener mbaak, pendidikan ibarat pondasi. Kalau pondasi kuat insya Allah semuanya aman dan bisa menunjang untuk banyak hal baik lainnya 😊
DeleteLengkap sekali ulasannya, Mbak Lucy.
ReplyDeleteSalut dengan Mbak Lucy yang bisa mengejar keinginan untuk studi ke luar negeri. Semoga saya juga bisa mengikuti jejakmu ya, Mbak.
Salam hangat. :)
Makasiih mas firmaan, aamiin aamiin. Semangat lanjut sekolaah mas 😁
Delete